Sunday, May 22, 2016

My Travel Map


Traveling adalah salah satu kebutuhan hidup, karena dengan traveling kita dapat membantu mengurangi stress akibat aktivitas rutin sehari - hari. Menurut saya traveling itu tidak harus pergi ke tempat yang jauh dari tempat tinggal kita, tapi traveling adalah ketika kita pergi ke tempat yang sudah atau belum pernah kita kunjungi namun tempat tersebut dapat membawa kesan yang menarik karena panoramanya.  
Bagi banyak orang tidak puas rasanya jika traveling tidak diabadikan, moment itu biasa diabadikan dengan foto. Semakin pesatnya penggunaan media sosia seperti instagram, membuat sebagian orang berlomba - lomba untuk menggunggah foto yang bagus. Yang kemudian terjadi adalah orang melakukan traveling hanya ingin untuk mendapatkan foto dengan latar yang menarik saja.
Intagram adalah alternatif untuk menceritakan kepada orang lain dengan foto kemana saja kita telah melakukan perjalanan. Tidak hanya foto, di Instagram juga dapat melakukan tag lokasi dimana foto itu diambil, namun kadang tidak akurat. Dan juga biasanya pengguna instagram tidak lupa menuliskan caption ketika mengunggah fotonya. Tapi saya mencoba cara lain untuk menceritakan kepada orang lain telah kemana saja saya traveling, yaitu dengan peta perjalanan yang sudah lengkap dengan foto. Dengan peta perjalanan ini kita dapat melihat sebaran traveling, karena  backgrounnya sebuah peta. This is my travel map, hope you enjoy it àMy Travel Map 

Monday, April 18, 2016

GEODESI : Proyeksi Polyeder

Proyeksi Polyeder adalah proyeksi kerucut normal, tangent, konform. Pada proyeksi ini, setiap bagian derajat dibatasai oleh dua garis paralel dan dua garis meridian yang masing-masing berjarak 20′, dimaksudkan untuk menghindari distorsi yang lebih besar. Diantara kedua paralel tersebut terdapat garis paralel rata-rata yang disebut sebagai paralel standar dan garis meridian rata-rata yang disebut meridian standar.

Wilayah Indonesia dibagi menjadi 139 x 51 bagian derajat. Bidang kerucut menyinggung garis pararel tengah (merupakan pararel standart, k = 1). Meridian akan tergambar sebagai garis – garis lurus yang konvergen ke arah kutub, jadi untuk daerah sebelah selatan ekuator ke arah kutub selatan dan untuk daerah utara ekuator ke arah kutub utara. Dan pararel – paralelnya tergambar sebagai lingkaran yang konsentris.
Setiap bagian derajat proyeksi Polyeder diberi nomor dengan dua digit angka. Digit pertama yang menggunakan angka romawi menunjukan letak garis parallel standar  (φo) sedangkan digit kedua yang menggunakan angka arab menunjukan garis meridian standarnya(λo). Proyeksi Polyeder beracuan pada Ellipsoida Bessel 1841 dan meridian nol Jakarta  (λ Jakarta =106°48′ 27′′,79 BT).
Untuk wilayah Indonesia penomoran bagian derajatnya adalah :
Paralel standar : dimulai dari I (ϕ 0 = 6°50′ LU) sampai LI (ϕ 0 =10°50′ LU), yang dibagi sama tiap 20o atau menjadi 139 bagian.
Meridian standar : dimulai dari 1 (λ 0 =11°50′ BT) sampai 96 (λ 0 =19°50′ BT). yang dibagi tiap 20o atau menjadi 51 bagian. Penomoran dari barat ke timur: 1, 2, 3,..., 139, dan penomoran dari LU ke LS: I, II, III, ..., LI.
Cara menghitung pojok lembar peta proyeksi polyeder setiap bagian derajat mempunyai sistem koordinat masing - masing. Sumbu X berimpit dengan meridian tengah dan sumbu Y tegaklurus sumbu X di titik tengah bagian derajatnya. Sehingga titik tengah setiap bagian derajat mempunyai koordinat O.
Koordinat titik - titik lain seperti titik triangulasi dan titik pojok lembar peta dihitung dari titik pusat bagian derajat masing - masing bagian derajat. Koordinat titik - titik sudut (titik pojok) geografis lembar peta dihitung berdasarkan skala peta, misal 1 : 100.000, 1 : 50.000, 1 : 25.000 dan 1 : 5.000.
Pada skala 1 : 50.000, satu bagian derajat proyeksi polyeder (20o x 20o) tergambar dalam 4 lembar peta dengan penomoran lembar A, B, C dan D. Sumbu Y adalah meridian tengah dan sumbu X adalah garis tegak lurus sumbu Y yang melalui perpotongan meridian tengah dan paralel tengah. Setiap lembar peta mempunyai sistem sumbu koordinat yang melalui titik tengah lembar dan sejajar sumbu (X,Y) dari sistem koordinat bagian derajat.




Gambar satu bagian derajat yang terdiri dari empat lembar
Penomoran lembar peta Indonesia skala 1 : 100.000 terdiri atas 139 x 51 lembar peta. Misal, nomor lembar peta yang terletak pada kolom 138 baris ke 51, maka nomor lembar petanya adalah 138/LI.
Hubungan antar lembar peta, skala peta, dan nomor lembar peta untuk 1 lembar bagian derajat (1 LBD) dapat dilihat dalam daftar berikut :
No
Skala
Ukuran
Jumlah Lembar
No. Lembar Peta
1.
1 : 100.000
20 ‘ x 20’
1
138/LI
2.
1: 50.000
10’ x 10’
4
138/LI-D
3.
1: 25.000
5’ x 5’
16
138/LI-e
4.
1: 5.000
2’ x 2’
100
138/LI-92

Konvergensi meridian :



RUMUS TRANSFORMASI GEODETIK KE KOORDINAT PETA POLIEDER
A.       LINTANG UTARA
X = [A] ∆λ – [C] ∆λ . ∆φ
Y = [B] ∆φ + [D] ∆λ2 + [1][D] ∆φ2 + [2] ∆φ3

B.     LINTANG SELATAN
X = [A] ∆λ – [C] ∆λ . ∆φ
Y = - [B] ∆φ - [D] ∆λ2 - [1][D] ∆φ- [2] ∆φ3


Dalam hal ini :
A = N0 cos φ0 sin 1”
B = M0 sin 1”
C = M0 sin φ0 sin2 1”
D = {N0 sin 2φ0 sin2 1”}/4
[1] = 3e2 ( 1 - e2)
[2] = {a ( 1 + e2 - 2 e4) sin3 1” } / 6
Untuk perhitungan bujur (λ), disebelah timur Jakarta diberi tanda positif (+) dan di sebelah barat Jakarta diberi tanda negative (-).
RUMUS TRANSFORMASI KOORDINAT PETA POLIEDER KE KOORDINAT GEODETIK
A.    LINTANG UTARA
∆φ = + (B1) Y – (D1) X2
∆λ = (A1) X + (C1) XY

B.     LINTANG SELATAN
∆φ = - (B1) Y – (D1) X2
∆λ = (A1) X - (C1) XY
C.    Koordinat geodetic :
φ = φo + ∆φ
λ = λo + ∆ λ

Dalam hal ini :
A1 = ρ” / (N0 cos φ0)
B1 = ρ” / M0
C1 = (ρ” tan φ) / (N02 cos φ0)
D1 = (ρ” tan φ) / (2N0 M0)



Keuntungan:
Untuk daerah yang terletaak dalam satu bagian derajat (20′ x 20′) perubahan jarak dan sudut praktis tidak ada, sehingga proyeksi seperti ini baik untuk peta-peta teknis berskala besar dan peta-peta topografi.
Kerugian:

  1. Jika daerah yang dipetakan lebih luas dari 20′ x 20′, maka harus selalu pindah bagian derajat atau pindah stelsel koordinat yang memerlukan hitungan.
  2. Grid dinyatakan dalam kilometer fiktif sehingga kurang praktis. Untuk tiap pulau besar ada stelsel penomeran grid tersendiri, hal ini akan membingungkan.
  3. Kurang praktis untuk penggambaran peta-peta skala 1:250.000 atau yang lebih kecil lagi, karena akan terdiri dari banyak bagian derajat.
  4. Kondisi konvergensi meridian yang belum diperhitungkan dapat menyebabkan kesalahan arah maksimum 15 untuk jarak 15 km.

Friday, March 4, 2016

GEODESI : Datum dan Proyeksi Peta


Proyeksi peta adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara – antara besaran – besaran di atas permukaan bumi (bidang lengkung) dengan besaran – besaran di atas peta (bidang datar) untuk meredusir distorsi menjadi minimum dengan menggunakan matematis tertentu.  Sebelum melakukan proyeksi peta, terlebih dahulu harus dibuat atau diasumsikan sebuah model bagi bumi. Hal ini dilakukan karena bumi tidak berbentuk bulat sempurna, melainkan berbentuk seperti telur yang tertidur (ellipsoid) dengan permukaan yang tidak rata. Untuk keperluan proyeksi peta, dibuatlah sebuah model bentuk bumi. Model ini disebut Ellipsoid Referensi. Ellipsoid Referensi digunakan untuk menentukan Datum, yaitu titik referensi pengukuran yang digunakan dalam pemetaan skala besar. Sampai saat ini, jumlah Ellipsoid Referensi yang sudah dibuat tidaklah sedikit dan memiliki nilai parameter yang tidak sama. Saat ini WGS 84 di aggap sebagai Ellipsoid Referensi yang terbaik. Dari Ellipsoid referensi yang ada ini, ditentukanlah Datum Geodetik yang akan digunakan untuk melakukan pemetaan.
Datum geodetic adalah pemilihan system koordinat dengan mengadopsi suatu bentuk ellipsoid serta menetapkan posisi dan orientasi ellipsoid terhadap bumi. Datum geodetic merupakan acuan untuk melakukan proyeksi bumi pada suatu daerah tertentu. Maka setiap daerah bisa saja memiliki datum geodetic yang berbeda dengan daerah lain. Dalam sejarah pemetaan Indonesia, telah terjadi beberapa kali perubahan datum geodetic yang digunakan.
Pertama, sejak tahun 1970 hingga 1974 Datum Geodetik menggunakan Ellipsoid Bessel 1851 dan system koordinat relative dan Ellipsoid bermacam-macam. Untuk Jawa – Nusa Tenggara- Sumatera dipakai titik di Gunung Genuk, di sekitar Semarang sebagai titik awal system dan dinamakan Datum Genuk. Di Kalimantan ada 2 datum, yaitu Datum Gunung Raya di Kalimantan Barat dan Datum Serindung di Kalimantan Timur. Untuk Sulawesi dipakai Datum Monconglowe di Sulawesi Selatan. Penggunaan Datum yang terpisah – pisah dikarenakan teknologi pengukuran optic (yang mengukur sudut – sudut antara titik – titik di Bumi dalam suatu jarring Triangulasi) yang tidak memungkinkan pengukuran langsung untuk menghubungkan posisi antara pulau-pulau yang berjauhan.
Kedua, pada tahun 1969 dibentuknya Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dan dimulainya program penyatuan system referensi. Tujuannya adalah membangun system informasi geografis yang integrative di Indonesia. Pada masa ini telah berkembang teknologi penentuan posisi dengan sateli, yaitu Sistem Satelit Doppler dari US Navy Navigation Satellite System (NNSS) dan meninggalkan system triangulasi. Bakosurtanal memilih satu titik triangulasi di Padang sebagai titik awal system dan dinamakan Datum Padang, yang kemudian disebut Datum Indonesia 1974 (Indonesian Datm 1974 atau ID-74). Dalam ID-74 menggunakan ellipsoid Bessel 1841 yang diadopsi secara internasional pada waktu itu, yaitu GRS 1967.
Ketiga, berkembang teknologi satelit GPS sehingga penentuan posisi lebih akurat setiap saat dan tempat. Agar peta sebelumnya tetap bisa digunakan, maka perlu mengubah datum yang digunakan dari ID-74 ke datum yang sesuai dengan system GPS. Datum ini dinamakan Datum Geodesi Nasional (DGN 1995) dengan ellipsoid yang digunakan WGS 1984.
            Tahap selanjutnya setelah menentukan Datum Geodetik adalah menentukan teknik proyeksi yang digunakan. Ada berbagai macam teknik proyeksi yang bisa dibedakan berdasarkan bidang proyeksi, titik singgung, sifat asli yang dipertahankan, serta posisi sumbu proyeksinya.
Sistem UTM dengan system koordinat WGS 84 sering digunakan pada pemetaan wilayah Indonesia. UTM menggunakan silinder yang membungkus ellipsoid dengan kedudukan sumbu silindernya tegak lurus sumbu tegak ellipsoid (sumbu perputaran bumi) sehingga garis singgung ellipsoid dan silinder merupakan garis yang berhimpit dengan garis bujur pada ellipsoid. Pada system proyeksi UTM didefinisikan posisi horizontal dua dimensi (x,y) menggunakan proyeksi silinder, transversal, dan conform yang memotong bumi pada dua meridian standart. Seluruh permukaan bumi dibagi atas 60 bagian yang disebut dengan UTM zone. Setiap zone dibatasi oleh dua meridian sebesar 6° dan memiliki meridian tengah sendiri. Setiap zone UTM memiliki system koordinat sendiri dengan titik nol pada perpotongan antara meridian sentralnya dengan ekuator. Untuk menghindari koordinat negative, meridian tengah diberi nilai awal absis (x) 500.000 meter. Untuk zone yang terletak dibagian selatan ekuator (LS), juga untuk menghindari koordinat negative ekuator diberi nilai awal ordinat (y) 10.000.000 meter. Sedangkan untuk zone yang terletak dibagian utara ekuator, ekuator tetap memiliki nilai ordinat 0 meter. Untuk wilayah Indonesia terbagi atas sembilan zone UTM, dimulai dari meridian 90° BT sampai dengan 144° BT dengan batas pararel (lintang) 11° LS hingga 6° LU. Dengan demikian wilayah Indonesia dimulai dari zone 46 (meridian sentral 93° BT) hingga zone 54 (meridian sentral 141° BT).

Monday, February 15, 2016

Pesan Hari Ini

"Tidak perlu lagi mencari, kalo sudah waktunya pasti  akan dicari.
sekarang waktunya untuk menebar benih.
bukan masalah sakit hati, hanya saja masalah mensyukuri nikmat Illahi Rabbi"
pesan hari ini didapat dari seseorang yang baru dikenali.

This entry was posted in