Friday, March 4, 2016

GEODESI : Datum dan Proyeksi Peta


Proyeksi peta adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara – antara besaran – besaran di atas permukaan bumi (bidang lengkung) dengan besaran – besaran di atas peta (bidang datar) untuk meredusir distorsi menjadi minimum dengan menggunakan matematis tertentu.  Sebelum melakukan proyeksi peta, terlebih dahulu harus dibuat atau diasumsikan sebuah model bagi bumi. Hal ini dilakukan karena bumi tidak berbentuk bulat sempurna, melainkan berbentuk seperti telur yang tertidur (ellipsoid) dengan permukaan yang tidak rata. Untuk keperluan proyeksi peta, dibuatlah sebuah model bentuk bumi. Model ini disebut Ellipsoid Referensi. Ellipsoid Referensi digunakan untuk menentukan Datum, yaitu titik referensi pengukuran yang digunakan dalam pemetaan skala besar. Sampai saat ini, jumlah Ellipsoid Referensi yang sudah dibuat tidaklah sedikit dan memiliki nilai parameter yang tidak sama. Saat ini WGS 84 di aggap sebagai Ellipsoid Referensi yang terbaik. Dari Ellipsoid referensi yang ada ini, ditentukanlah Datum Geodetik yang akan digunakan untuk melakukan pemetaan.
Datum geodetic adalah pemilihan system koordinat dengan mengadopsi suatu bentuk ellipsoid serta menetapkan posisi dan orientasi ellipsoid terhadap bumi. Datum geodetic merupakan acuan untuk melakukan proyeksi bumi pada suatu daerah tertentu. Maka setiap daerah bisa saja memiliki datum geodetic yang berbeda dengan daerah lain. Dalam sejarah pemetaan Indonesia, telah terjadi beberapa kali perubahan datum geodetic yang digunakan.
Pertama, sejak tahun 1970 hingga 1974 Datum Geodetik menggunakan Ellipsoid Bessel 1851 dan system koordinat relative dan Ellipsoid bermacam-macam. Untuk Jawa – Nusa Tenggara- Sumatera dipakai titik di Gunung Genuk, di sekitar Semarang sebagai titik awal system dan dinamakan Datum Genuk. Di Kalimantan ada 2 datum, yaitu Datum Gunung Raya di Kalimantan Barat dan Datum Serindung di Kalimantan Timur. Untuk Sulawesi dipakai Datum Monconglowe di Sulawesi Selatan. Penggunaan Datum yang terpisah – pisah dikarenakan teknologi pengukuran optic (yang mengukur sudut – sudut antara titik – titik di Bumi dalam suatu jarring Triangulasi) yang tidak memungkinkan pengukuran langsung untuk menghubungkan posisi antara pulau-pulau yang berjauhan.
Kedua, pada tahun 1969 dibentuknya Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dan dimulainya program penyatuan system referensi. Tujuannya adalah membangun system informasi geografis yang integrative di Indonesia. Pada masa ini telah berkembang teknologi penentuan posisi dengan sateli, yaitu Sistem Satelit Doppler dari US Navy Navigation Satellite System (NNSS) dan meninggalkan system triangulasi. Bakosurtanal memilih satu titik triangulasi di Padang sebagai titik awal system dan dinamakan Datum Padang, yang kemudian disebut Datum Indonesia 1974 (Indonesian Datm 1974 atau ID-74). Dalam ID-74 menggunakan ellipsoid Bessel 1841 yang diadopsi secara internasional pada waktu itu, yaitu GRS 1967.
Ketiga, berkembang teknologi satelit GPS sehingga penentuan posisi lebih akurat setiap saat dan tempat. Agar peta sebelumnya tetap bisa digunakan, maka perlu mengubah datum yang digunakan dari ID-74 ke datum yang sesuai dengan system GPS. Datum ini dinamakan Datum Geodesi Nasional (DGN 1995) dengan ellipsoid yang digunakan WGS 1984.
            Tahap selanjutnya setelah menentukan Datum Geodetik adalah menentukan teknik proyeksi yang digunakan. Ada berbagai macam teknik proyeksi yang bisa dibedakan berdasarkan bidang proyeksi, titik singgung, sifat asli yang dipertahankan, serta posisi sumbu proyeksinya.
Sistem UTM dengan system koordinat WGS 84 sering digunakan pada pemetaan wilayah Indonesia. UTM menggunakan silinder yang membungkus ellipsoid dengan kedudukan sumbu silindernya tegak lurus sumbu tegak ellipsoid (sumbu perputaran bumi) sehingga garis singgung ellipsoid dan silinder merupakan garis yang berhimpit dengan garis bujur pada ellipsoid. Pada system proyeksi UTM didefinisikan posisi horizontal dua dimensi (x,y) menggunakan proyeksi silinder, transversal, dan conform yang memotong bumi pada dua meridian standart. Seluruh permukaan bumi dibagi atas 60 bagian yang disebut dengan UTM zone. Setiap zone dibatasi oleh dua meridian sebesar 6° dan memiliki meridian tengah sendiri. Setiap zone UTM memiliki system koordinat sendiri dengan titik nol pada perpotongan antara meridian sentralnya dengan ekuator. Untuk menghindari koordinat negative, meridian tengah diberi nilai awal absis (x) 500.000 meter. Untuk zone yang terletak dibagian selatan ekuator (LS), juga untuk menghindari koordinat negative ekuator diberi nilai awal ordinat (y) 10.000.000 meter. Sedangkan untuk zone yang terletak dibagian utara ekuator, ekuator tetap memiliki nilai ordinat 0 meter. Untuk wilayah Indonesia terbagi atas sembilan zone UTM, dimulai dari meridian 90° BT sampai dengan 144° BT dengan batas pararel (lintang) 11° LS hingga 6° LU. Dengan demikian wilayah Indonesia dimulai dari zone 46 (meridian sentral 93° BT) hingga zone 54 (meridian sentral 141° BT).