Monday, April 18, 2016

GEODESI : Proyeksi Polyeder

Proyeksi Polyeder adalah proyeksi kerucut normal, tangent, konform. Pada proyeksi ini, setiap bagian derajat dibatasai oleh dua garis paralel dan dua garis meridian yang masing-masing berjarak 20′, dimaksudkan untuk menghindari distorsi yang lebih besar. Diantara kedua paralel tersebut terdapat garis paralel rata-rata yang disebut sebagai paralel standar dan garis meridian rata-rata yang disebut meridian standar.

Wilayah Indonesia dibagi menjadi 139 x 51 bagian derajat. Bidang kerucut menyinggung garis pararel tengah (merupakan pararel standart, k = 1). Meridian akan tergambar sebagai garis – garis lurus yang konvergen ke arah kutub, jadi untuk daerah sebelah selatan ekuator ke arah kutub selatan dan untuk daerah utara ekuator ke arah kutub utara. Dan pararel – paralelnya tergambar sebagai lingkaran yang konsentris.
Setiap bagian derajat proyeksi Polyeder diberi nomor dengan dua digit angka. Digit pertama yang menggunakan angka romawi menunjukan letak garis parallel standar  (φo) sedangkan digit kedua yang menggunakan angka arab menunjukan garis meridian standarnya(λo). Proyeksi Polyeder beracuan pada Ellipsoida Bessel 1841 dan meridian nol Jakarta  (λ Jakarta =106°48′ 27′′,79 BT).
Untuk wilayah Indonesia penomoran bagian derajatnya adalah :
Paralel standar : dimulai dari I (ϕ 0 = 6°50′ LU) sampai LI (ϕ 0 =10°50′ LU), yang dibagi sama tiap 20o atau menjadi 139 bagian.
Meridian standar : dimulai dari 1 (λ 0 =11°50′ BT) sampai 96 (λ 0 =19°50′ BT). yang dibagi tiap 20o atau menjadi 51 bagian. Penomoran dari barat ke timur: 1, 2, 3,..., 139, dan penomoran dari LU ke LS: I, II, III, ..., LI.
Cara menghitung pojok lembar peta proyeksi polyeder setiap bagian derajat mempunyai sistem koordinat masing - masing. Sumbu X berimpit dengan meridian tengah dan sumbu Y tegaklurus sumbu X di titik tengah bagian derajatnya. Sehingga titik tengah setiap bagian derajat mempunyai koordinat O.
Koordinat titik - titik lain seperti titik triangulasi dan titik pojok lembar peta dihitung dari titik pusat bagian derajat masing - masing bagian derajat. Koordinat titik - titik sudut (titik pojok) geografis lembar peta dihitung berdasarkan skala peta, misal 1 : 100.000, 1 : 50.000, 1 : 25.000 dan 1 : 5.000.
Pada skala 1 : 50.000, satu bagian derajat proyeksi polyeder (20o x 20o) tergambar dalam 4 lembar peta dengan penomoran lembar A, B, C dan D. Sumbu Y adalah meridian tengah dan sumbu X adalah garis tegak lurus sumbu Y yang melalui perpotongan meridian tengah dan paralel tengah. Setiap lembar peta mempunyai sistem sumbu koordinat yang melalui titik tengah lembar dan sejajar sumbu (X,Y) dari sistem koordinat bagian derajat.




Gambar satu bagian derajat yang terdiri dari empat lembar
Penomoran lembar peta Indonesia skala 1 : 100.000 terdiri atas 139 x 51 lembar peta. Misal, nomor lembar peta yang terletak pada kolom 138 baris ke 51, maka nomor lembar petanya adalah 138/LI.
Hubungan antar lembar peta, skala peta, dan nomor lembar peta untuk 1 lembar bagian derajat (1 LBD) dapat dilihat dalam daftar berikut :
No
Skala
Ukuran
Jumlah Lembar
No. Lembar Peta
1.
1 : 100.000
20 ‘ x 20’
1
138/LI
2.
1: 50.000
10’ x 10’
4
138/LI-D
3.
1: 25.000
5’ x 5’
16
138/LI-e
4.
1: 5.000
2’ x 2’
100
138/LI-92

Konvergensi meridian :



RUMUS TRANSFORMASI GEODETIK KE KOORDINAT PETA POLIEDER
A.       LINTANG UTARA
X = [A] ∆λ – [C] ∆λ . ∆φ
Y = [B] ∆φ + [D] ∆λ2 + [1][D] ∆φ2 + [2] ∆φ3

B.     LINTANG SELATAN
X = [A] ∆λ – [C] ∆λ . ∆φ
Y = - [B] ∆φ - [D] ∆λ2 - [1][D] ∆φ- [2] ∆φ3


Dalam hal ini :
A = N0 cos φ0 sin 1”
B = M0 sin 1”
C = M0 sin φ0 sin2 1”
D = {N0 sin 2φ0 sin2 1”}/4
[1] = 3e2 ( 1 - e2)
[2] = {a ( 1 + e2 - 2 e4) sin3 1” } / 6
Untuk perhitungan bujur (λ), disebelah timur Jakarta diberi tanda positif (+) dan di sebelah barat Jakarta diberi tanda negative (-).
RUMUS TRANSFORMASI KOORDINAT PETA POLIEDER KE KOORDINAT GEODETIK
A.    LINTANG UTARA
∆φ = + (B1) Y – (D1) X2
∆λ = (A1) X + (C1) XY

B.     LINTANG SELATAN
∆φ = - (B1) Y – (D1) X2
∆λ = (A1) X - (C1) XY
C.    Koordinat geodetic :
φ = φo + ∆φ
λ = λo + ∆ λ

Dalam hal ini :
A1 = ρ” / (N0 cos φ0)
B1 = ρ” / M0
C1 = (ρ” tan φ) / (N02 cos φ0)
D1 = (ρ” tan φ) / (2N0 M0)



Keuntungan:
Untuk daerah yang terletaak dalam satu bagian derajat (20′ x 20′) perubahan jarak dan sudut praktis tidak ada, sehingga proyeksi seperti ini baik untuk peta-peta teknis berskala besar dan peta-peta topografi.
Kerugian:

  1. Jika daerah yang dipetakan lebih luas dari 20′ x 20′, maka harus selalu pindah bagian derajat atau pindah stelsel koordinat yang memerlukan hitungan.
  2. Grid dinyatakan dalam kilometer fiktif sehingga kurang praktis. Untuk tiap pulau besar ada stelsel penomeran grid tersendiri, hal ini akan membingungkan.
  3. Kurang praktis untuk penggambaran peta-peta skala 1:250.000 atau yang lebih kecil lagi, karena akan terdiri dari banyak bagian derajat.
  4. Kondisi konvergensi meridian yang belum diperhitungkan dapat menyebabkan kesalahan arah maksimum 15 untuk jarak 15 km.