Proyeksi Polyeder adalah proyeksi kerucut normal, tangent, konform.
Pada proyeksi ini, setiap bagian derajat dibatasai oleh dua garis paralel dan
dua garis meridian yang masing-masing berjarak 20′, dimaksudkan untuk menghindari
distorsi yang lebih besar. Diantara kedua paralel tersebut terdapat garis
paralel rata-rata yang disebut sebagai paralel standar dan garis meridian
rata-rata yang disebut meridian standar.
Wilayah Indonesia dibagi menjadi 139 x 51 bagian derajat.
Bidang kerucut menyinggung garis pararel tengah (merupakan pararel standart, k
= 1). Meridian akan tergambar sebagai garis – garis lurus yang konvergen ke
arah kutub, jadi untuk daerah sebelah selatan ekuator ke arah kutub selatan dan
untuk daerah utara ekuator ke arah kutub utara. Dan pararel – paralelnya
tergambar sebagai lingkaran yang konsentris.
Setiap bagian derajat proyeksi Polyeder diberi nomor dengan
dua digit angka. Digit pertama yang menggunakan angka romawi menunjukan letak
garis parallel standar (φo) sedangkan digit kedua yang
menggunakan angka arab menunjukan garis meridian standarnya(λo). Proyeksi
Polyeder beracuan pada Ellipsoida Bessel 1841 dan meridian nol Jakarta (λ Jakarta =106°48′ 27′′,79 BT).
Untuk wilayah Indonesia penomoran bagian derajatnya adalah :
Paralel standar : dimulai dari I (ϕ 0 = 6°50′ LU) sampai LI
(ϕ 0 =10°50′ LU), yang dibagi sama tiap 20o atau menjadi 139
bagian.
Meridian standar : dimulai dari 1 (λ 0 =11°50′ BT) sampai 96
(λ 0 =19°50′ BT). yang dibagi tiap 20o atau
menjadi 51 bagian. Penomoran dari barat ke timur: 1, 2, 3,..., 139, dan
penomoran dari LU ke LS: I, II, III, ..., LI.
Cara
menghitung pojok lembar peta proyeksi polyeder setiap bagian derajat mempunyai
sistem koordinat masing - masing. Sumbu X berimpit dengan meridian tengah dan
sumbu Y tegaklurus sumbu X di titik tengah bagian derajatnya. Sehingga titik
tengah setiap bagian derajat mempunyai koordinat O.
Koordinat
titik - titik lain seperti titik triangulasi dan titik pojok lembar peta
dihitung dari titik pusat bagian derajat masing - masing bagian derajat.
Koordinat titik - titik sudut (titik pojok) geografis lembar peta dihitung
berdasarkan skala peta, misal 1 : 100.000, 1 : 50.000, 1 :
25.000 dan 1 : 5.000.
Pada skala 1 :
50.000, satu bagian derajat proyeksi polyeder (20o x 20o)
tergambar dalam 4 lembar peta dengan penomoran lembar A, B, C dan D. Sumbu Y
adalah meridian tengah dan sumbu X adalah garis tegak lurus sumbu Y yang
melalui perpotongan meridian tengah dan paralel tengah. Setiap lembar peta
mempunyai sistem sumbu koordinat yang melalui titik tengah lembar dan sejajar
sumbu (X,Y) dari sistem koordinat bagian derajat.
Gambar satu bagian derajat yang terdiri dari empat lembar
Penomoran lembar peta Indonesia skala 1 : 100.000 terdiri
atas 139 x 51 lembar peta. Misal, nomor lembar peta yang terletak pada kolom
138 baris ke 51, maka nomor lembar petanya adalah 138/LI.
Hubungan
antar lembar peta, skala peta, dan nomor lembar peta untuk 1 lembar bagian
derajat (1 LBD) dapat dilihat dalam daftar berikut :
No
|
Skala
|
Ukuran
|
Jumlah Lembar
|
No. Lembar Peta
|
1.
|
1 : 100.000
|
20 ‘ x 20’
|
1
|
138/LI
|
2.
|
1: 50.000
|
10’ x 10’
|
4
|
138/LI-D
|
3.
|
1: 25.000
|
5’ x 5’
|
16
|
138/LI-e
|
4.
|
1: 5.000
|
2’ x 2’
|
100
|
138/LI-92
|
Konvergensi
meridian :
RUMUS TRANSFORMASI GEODETIK KE
KOORDINAT PETA POLIEDER
A.
LINTANG UTARA
X = [A] ∆λ – [C] ∆λ . ∆φ
Y = [B] ∆φ + [D] ∆λ2 +
[1][D] ∆φ2 + [2] ∆φ3
B.
LINTANG SELATAN
X = [A] ∆λ – [C] ∆λ . ∆φ
Y = - [B] ∆φ - [D] ∆λ2 - [1][D]
∆φ2 - [2] ∆φ3
Dalam hal ini :
A
= N0 cos φ0 sin 1”
B
= M0 sin 1”
C
= M0 sin φ0 sin2 1”
D
= {N0 sin 2φ0 sin2 1”}/4
[1]
= 3e2 ( 1 - e2)
[2]
= {a ( 1 + e2 - 2 e4) sin3 1” } / 6
Untuk
perhitungan bujur (λ), disebelah timur Jakarta diberi tanda positif (+) dan di
sebelah barat Jakarta diberi tanda negative (-).
RUMUS TRANSFORMASI KOORDINAT PETA
POLIEDER KE KOORDINAT GEODETIK
A. LINTANG
UTARA
∆φ = + (B1) Y – (D1) X2
∆λ = (A1) X + (C1) XY
B. LINTANG
SELATAN
∆φ = - (B1) Y – (D1) X2
∆λ = (A1) X - (C1) XY
C. Koordinat
geodetic :
φ = φo + ∆φ
λ = λo + ∆ λ
Dalam hal ini :
A1 = ρ” / (N0 cos φ0)
B1 = ρ” / M0
C1 = (ρ” tan φ0 ) / (N02 cos
φ0)
D1 = (ρ” tan φ0 ) / (2N0 M0)
Keuntungan:
Untuk daerah yang terletaak dalam satu bagian derajat (20′ x 20′) perubahan jarak dan sudut praktis tidak ada, sehingga proyeksi seperti ini baik untuk peta-peta teknis berskala besar dan peta-peta topografi.
Untuk daerah yang terletaak dalam satu bagian derajat (20′ x 20′) perubahan jarak dan sudut praktis tidak ada, sehingga proyeksi seperti ini baik untuk peta-peta teknis berskala besar dan peta-peta topografi.
Kerugian:
- Jika
daerah yang dipetakan lebih luas dari 20′ x 20′, maka harus selalu pindah
bagian derajat atau pindah stelsel koordinat yang memerlukan hitungan.
- Grid
dinyatakan dalam kilometer fiktif sehingga kurang praktis. Untuk tiap
pulau besar ada stelsel penomeran grid tersendiri, hal ini akan
membingungkan.
- Kurang
praktis untuk penggambaran peta-peta skala 1:250.000 atau yang lebih kecil
lagi, karena akan terdiri dari banyak bagian derajat.
- Kondisi
konvergensi meridian yang belum diperhitungkan dapat menyebabkan kesalahan
arah maksimum 15 untuk jarak 15 km.